Wednesday, December 21, 2011

Yakin Terhadap Guru Sebagai Pembimbing


Aspek keyakinan yang keempat adalah pada guru. Barangkali memang sangatlah sulit untuk mempunyai keyakinan total pada seorang guru yang baru saja Anda jumpai pertama kalinya, jika sang guru sangat terkenal, sejumlah orang mungkin merasa bahwa oleh karena setiap orang yakin padanya mereka juga harus yakin. Tetapi keyakinan dari kebanyakan orang hanyalah bisa setengah-setengah saja. Mereka berpikir bahwa sang guru dapat membantu mereka, tetapi seberapapun besar bantuan itu tepatnya, mereka tak yakin. Mereka mau mencobanya. Di sisi lain, apa yang dikatakan dan diperbuat guru ini boleh jadi sangatlah berbeda dari apa yang mereka bayangkan tentang hal yang seharusnya dikatakan serta diperbuat oleh seorang guru. Maka secara alamiah timbul keraguan.

Jika Anda meragukan sang guru – cuma kepingin tahu apakan dia benar – benar mampu atau jangan-jangan malah mempunyai motif yang tersembunyi – mustahil Anda mendapat hasil tulen; tak perlu lagi repot, susah payah  berpraktek bersamanya. Mempunyai keyakinan pada guru berarti punya keyakinan pada instruksi-instruksinya. Bukan berarti guru ingin dianggap sebagai panutan, namun Anda harus percaya bahwa ia mempunyai harapan serta pengalaman untuk membantu pemanfaatan Anda. Kalau tersesat di laut atau di gurun, Anda dapat menjadi tak berdaya seperti bayi. Sehingga yakin pada guru adalah seperti mendapatkan sebuah kompas untuk memandu ketika tersesat.  Pada waktu tidak tahu apa-apa dan kalau bersiteguh pada sudut pandang dan pertimbangan diri sendiri, maka akan tetap dalam kesesatan. Dalam situasi ini, setelah pemanfaatan energi memunculkan keberhasilan, Anda semakin memerlukan lagi keyakinan total pada guru. Apapun yang ia suruh kerjakan, Anda mesti kerjakan. Bilaman ia menyuruh Anda untuk beristirahat, Anda tidak boleh menyatakan "saya sedang sangat bersemangat sekarang, saya mau terus".  Kalau ia menyuruh Anda untuk memanfaatkan lebih intensif, Anda mengatakan, "saya merasa tidak enak sekarang, saya ingin istirahat". Bukan berarti guru seorang diktator, tetapi dalam situasi-situasi ini pengalaman memberi tahunya apa yang yang sedang terjadi dan ia adalah satu-satunya orang yang mampu membantu Anda.
Jika Anda tidak menghargai guru, itu seperti seorang pilot tidak menghargai petunjuk-petunjuk dari muara kontrolnya. Kalau ia tidak patuh, bencana akan terjadi. Jadi guru adalah ibarat kompas atau muara kontrol. Berulangkali, ia mengkoreksi serta menyesuaikan pemanfaatan Anda, membimbing Anda maju. Anda harus mengerti bahwa keyakinan pada guru ini sesungguhnya adalah keyakinan pada jalan Ilahi yang disampaikan guru. Anda harus percaya padanya.  Lupakan masa lalu dan masa depan Anda. Jangan ngotot bertumpuh pada segala macam pandangan apapun. Biarkan guru membimbing Anda dalam segala aspek pemanfataan energi. Niat adalah usaha menyusun dan mendefinisikan sasaran. Tanpa sebuah sasaran, Anda bisa berjalan melingkar atau mundur. Tetapi bila Anda punya suatu gambaran tentang tujuan yang tepat, apakah Anda bergerak tepat atau lambat, pada akhirnya mencapai tujuan. Ini adalah aspek pertama dari niat yang mantap.

a.       Adab Seorang Murid terhadap Guru
GURU atau pendidik disanjung dan dimuliakan kerana ilmunya. Nabi Muhammad Saw bersabda bermaksud:
“Kelebihan orang yang berilmu berbanding abid samalah seperti kelebihan bulan purnama berbanding segala bintang.”(HR. Sunan Abu Daud dan at-Tirmizi)
Kelebihan dinyatakan Rasulullah itu ternyata disebabkan manfaat ilmu disampaikan oleh orang berilmu. Dalam konteks perbincangan kita, golongan guru khususnya. Kelebihan guru dan pendidik sering dibicarakan hingga pujangga turut mengibaratkan guru seperti bintang di langit yang menerangi kegelapan di laut dan di darat. Justeru, seseorang pengembara dikatakan akan tersesat jalan apabila bintang menghilang.
Demikian juga ibaratnya kehidupan manusia tanpa bimbingan guru yang akan kehilangan arah panduan. Lalu, akhirnya tersesat jalan. Secara ringkas, antara sebab guru wajib dimuliakan kerana; Pertama, guru ialah insan mulia dan tinggi kedudukannya. Sebagai orang berilmu yang dijamin Allah ketinggian kedudukannya seperti yang disebutkan dalam satu ayat-Nya, guru tentu memiliki kemuliaan yang perlu dipertahankan. Bahkan, dalam satu ayat-Nya, Allah menggandingkan orang berilmu dengan malaikat. Sebagaimana firman Allah Swt.:
“Allah menyatakan bahwasanya tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu…” (QS. Ali Imran, ayat 18)
Kedua, yang mewajibkan kita menghormati guru kerana mereka memiliki kebijaksanaan. Seperti dimaklumkan, manusia dapat mengendalikan hidupnya dengan sempurna berdasarkan keimanan dan kebijaksanaan. Begitu dengan guru. Dengan kebijaksanaannya, guru berupaya membentuk dan mengembangkan daya keilmuan serta kebijaksanaan dalam diri muridnya. Perkara ini tentu dapat melahirkan generasi yang cemerlang akhlak dan peribadinya.
Ketiga, guru menyumbang bakti yang sangat besar. Jasa guru terlalu besar hingga tidak terungkap oleh kata-kata. Bayangkanlah betapa besarnya jasa guru membimbing hidup manusia seluruhnya dengan ilmu yang diajarnya. Hidup tanpa ilmu sama seperti hidup dalam kegelapan. Ibarat nur, ilmu menerangi hidup manusia. Umpama lilin, guru membakar diri, menerangi kegelapan.
Sejarah membuktikan bahawa manusia berjaya mencapai kegemilangan menerusi ilmu dan kebijaksanaan. Demikian seterusnya dengan teknologi baru hari ini yang dicipta berdasarkan kedua-dua elemen itu, di samping kemahiran yang dimiliki. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir yang dirakamkan dalam Alquran menerusi surah al-Kahfi ayat 66-82 menunjukkan adab dalam menuntut ilmu. Suatu perkara yang dapat dilihat dalam pertemuan antara Nabi Musa dan Khidir adalah bagaimana tawadu’ dan rendah hatinya Nabi Musa sebagai seorang ‘murid’ yang mahu mempelajari sesuatu ilmu daripada gurunya. Tutur katanya penuh adab dan tingkah lakunya penuh sopan, syarat yang amat penting bagi sesiapa saja yang mau menuntut ilmu. Meneliti kisah Nabi Musa dan Khidir juga membolehkan kita membuat kesimpulan yaitu mereka secara tidak langsung menggariskan beberapa adab penting dalam mencari ilmu, khususnya dalam berguru. Pertama, ilmu adalah kurniaan Allah. Tidak ada seorang manusia pun yang boleh mendakwa bahawa dia lebih berilmu berbanding orang lain, kerana ada juga ilmu yang juga anugerah Allah tanpa mempelajarinya (ilmu ladunni yaitu ilmu yang dikhususkan untuk hamba Allah yang salih dan terpilih saja).
Kedua, perlu bersabar dan tidak terburu-buru serta mengutamakan kebijaksanaan pada setiap ketika.
Ketiga, seseorang pelajar perlu memelihara adab dengan gurunya. Antara adabnya adalah seseorang pelajar mesti bersedia untuk mendengar penjelasan daripada guru dari awal hingga akhir, sebelum bertindak dengan mengabaikan perintah guru. Selain memuliakan guru, kita bertanggungjawab untuk menunaikan hak mereka. Antara hak guru yang perlu ditunaikan adalah:
                          i.      Merendah diri terhadap guru.
                        ii.      Memandang guru dengan penuh hormat dan meyakini bahawa keperibadian mereka adalah lebih sempurna.
                      iii.      Panggillah guru dengan gelaran mulia sebagai tanda menghormati mereka.
                      iv.      Mengiktiraf hak guru terhadap diri kita.
                        v.      Mendoakan untuk guru sepanjang hayat mereka.
                      vi.      Berkelakuan penuh sopan ketika mengikuti pembelajaran.
                    vii.      Meminta izin guru sebelum memasuki kelas, rumah atau tempat yang khusus seperti bilik guru.

Mendengar isi pengajaran dengan tekun walaupun topik perbincangan telah diketahui. Tidak mengemukakan pertanyaan bagi sesuatu masalah yang telah pun diketahui jawapannya
Imam Al-Syafie pernah mengungkap: “Bersabarlah kamu dalam perjalanan jauh demi menemui gurumu, sesungguhnya lautan ilmu itu diperoleh menerusi perjalanan kamu menemuinya. Siapa yang tidak berasa kepahitan menuntut ilmu sedetik, ia pasti menelan kehinaan dan kejahilan sepanjang hayatnya.”

b.      Peranan guru dalam perjalanan menuju kesuksesan
            Dalam kehidupan setiap manusia mendambakan yang namanya kesuksesan sehingga apapun yang akan dilakukan oleh seseorang tersebut asalkan keinginannya bisa tercapai. Di dalam kehidupan untuk menuju kesuksesan, seseorang harus mempunyai ilmu. Karena ilmu merupakan cara, artinya dengan ilmu tersebut seseorang dapat melakukan sesuatu (usaha) dalam rangka mencapai kesuksesan. Sementara ilmu (walaupun pada dasarnya segala ilmu bersumber dari Allah) itu datangnya berasal dari seorang yang namanya guru atau pembimbing.
Dengan demikian, untuk memasuki jalan kesuksesan seseorang perlu seorang pembimbing, tanpa bimbingan seorang guru adalah mustahil. Jika seseorang berfikir bahwa dia bisa melakukannya, berarti ia telah tersesat jalan. Alasan pertama, bagi pentingnya seorang guru (pembimbing) dalam meraih kesuksesan yang tidak bisa di tawar-tawar lagi adalah bahwa jalan itu tidak di kenal sebelum ia lewati dan seseorang tidak mungkin bisa mempersiapkan dirinya sendiri untuk menghadapi berbagai bahaya dan perangkap yang menghadang di jalan itu. Tidak diketahuinya jalan itu tidak dapat ketahuinya jalan yang diridhai Allah Swt. Jalan yang dapat diketahui adalah jalan yang di ajarkan guru (pembimbing). Menempuh jalan itu hanya mungkin dilakukan melalui petunjuk-Nya.
Alasan penting kedua, bagi pentingnya seorang guru (pembimbing) adalah prinsip yang ditunjukan dalam Alquran.
“Rasuki rumah melalui pintu-pintunya” (QS. Al- Baqarah: 189).
Pintu untuk mengetahui hal-hal yang tak tampak atau yang belum diketahui, agar jalan yang ditempuh itu sesuai dengan jalan yang diridhai-Nya, maka dalam melakukan usaha (usaha apa saja termasuk usaha penyembuhan dari penyakit yang diderita) harus memiliki metode yang sesuai dengan jalan-Nya. Sedangkan metode yang dijalankan itu harus melalui guru sebagai pembimbing.
Jadi seorang guru atau pembimbing dalam membimbing keilmuannya baik konsep ataupun prakteknya harus sesuai syariat  agama, karena akan membawa kebaikan-kebaikan dan terwujudnya harapan-harapan dan cita-cita.

No comments:

Post a Comment