Keyakinan atau percaya pada diri sendiri merupakan modal yang sangat diperlukan dalam meraih kesuksesan. Artinya sadar bahwa di dalam diri ada potensi, sehinga mampu memacu untuk maju. Itu berarti mempercayai bahwa Anda dapat memanfaatkan secara efektif, mempercayai bahwa kekuatan akan mendatangkan pencerahan. Itu berarti mempercayai bahwa diri sendiri pada akhirnya bisa menjadi sukses. Kalau tidak memiliki Keyakinan ini dan berpikir bahwa pencerahan hanya dapat terjadi pada orang lain, maka pemanfaatannya akan tersendat-sendat. Jadi Keyakinan pada diri sendiri sangatlah mendasar.
Apabila dalam pemanfaatan dan menumbuhkembangkan potensi diri menurut Alquran, maka manusia akan mendapatkan tenaga Ilahiyah yang akan membawanya menjadi mahkluk yang sempurna.
Firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebai-baiknya.” (QS. At Tiin (95): 4)
Akan tetapi, apabila potensi yang ada pada diri sendiri di dimanfaatkan dan tumbuhkembangkan megikuti bujuk rayu syaitan, maka ia menjadi mahkluk yang rendah derajatnya, bahkan lebih rendah dari binatang.firman Allah Swt.:
“Kemudia Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).” (QS. At Tiin (95): 5)
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai teliga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf (7): 179)
Dengan demikian, bahwa keyakinan pada diri sendiri (dengan memanfaatkan potensi diri) merupakan faktor yang mendasar sehingga potensi tersebut dapat membawa ke arah kesuksesan. Potensi tersebut yang Allah berikan pada manusia tersebut yaitu:
1. Rasio/Pemikiran
Pada dasarnya rasio/pemikiran tidak semakna dengan akal. Sasaran rasio adalah segala sesuatu yang hanya dapat ditangkap atau diperoleh dari pengalaman indra manusia. Sedangkan sasaran akal selain unsure rasio, juga unsur fitrah yang membuat rasa percaya (yang timbul dari hati yang suci).
2. Akal (al-aqlu)
Akal terdiri dari unsur rasio dan hati/rasa. Setelah menusia memikirkan/merasio karunia Allah yang tebentang di alam atau yang tertulis dalam kitab-Nya, yang diperuntukan manusia dan manusia harus mencarinya.
Selanjunya hakikat kebenaran ilmu (sebagai sebuah metode) itu ditentukan oleh akal. Sedangkan fungsinya akal ditentukan oleh hati. Jadi, hakikat kebenaran ilmu (sebagai sebuah metode) ada dalam hati. Dan itulah yang akan menjadi percaya terhadap diri sendiri dalam meraih kesuksesan karena dirinya menyadari bahwa ilmu merupakan sebuah metode yang kebenarannya di tentukan oleh akal dan akal ditentukan oleh hati. Sedangkan dari ketiga unsure tersebut adalah bermuara pada Sang Khalik.
3. Hati (al-qalbu)
Manusia diciptakan oleh Allah Swt itu deberi yang namanya hati (qalbu). Sebenarnya hati manusia senantiasa turun-naik, tidak tetap; kadang bersih, kuat iman, bercahaya, lemah-lembut, tetapi suatu saat menjadi kotor, lemah iman, gelap gulita, atau buta keras membatu terhadap kebenaran.
Firman Allah Swt.:
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Alquran) pada permulaannya, dan kami biarkan mereka berpaling dalam kesesatannya yang sangat.” (QS. Al-An’am (6):110)
Dari ayat di atas bahwa sudah jelas Allah menciptakan manusia dengan hatinya dan Allah memalingkan hati manusia, kadang iman, kadang berpaling, kadang keras, kadang lemah lembut. Beruntunglah bagi orang yang hatinya mendapatkan cahaya iman.
Bagi orang yang mensucikan/membersihkan hatinya dengan cahaya iman, rasa percaya, dan amal saleh. Hati yang suci akan selalu mendapatkan petunjuk Allah dan tidak mudah digoda oleh syaitan untuk berbuat munkar atau maksiat, akhirnya nafsupun akan tetap tenang.
Firman Allah Swt.:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am (6): 82)
Hati akan tenang dan tentram apabila selalu ingat kepada Allah. Sehingga Allah pun akan memberikan petunjuk kepada jalan yang mudah dalam hidupnya. Dan tanda orang yang beriman adalah orang-orang yang mendapat petunjuk Allah Swt.
Selanjutnya bahwa hati (qalbu) lah yang menanakan keyakinan pada diri sendiri bahwa dengan ilmu Allah atau metode yang diberikan oleh guru itu sebagai alat untuk meraih kesuksesan.
4. Rasa
Rasa merupakan karunia Allah Swt yang diberikan kepada manusia sehingga manusia dapat merasakan keindahan sifat Allah Swt sekaligus menikmati dan memiliki kasih saying dan karunia-Nya.
Oleh karena itu, Allah Swt memberikan manusia dalam kehidupan di dunia untuk sealalu berkasih sayang atau menyambung rasa kasih sayang antara sesama manusia.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada kesuanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (perliharalah) hubungan kerabat. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An Nisa (4): 1)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar Ruum (30): 21)
Pengembangan potensi rasa yang sesuai dengan tuntunan Alquran akan menjadi manusia berlemah lembut, kasih sayang antara sesama, dan menjadikan tentram dan damai, karena kata kunci dari relasi antara menusia dengan penciptanya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam adalah “rahmatan lil’alamiin.”
Sebaliknya apabila bujuk rayu syaitan yang diikuti pertimbangan yang jauh dari kebenaran, maka manusia akan menjadi mahluk yang kasar, kejam, dan tidak berperikemanusiaan.
5. Nafsu
Nafsu adalah merupakan potensi dalam diri manusia yang cenderung mempengaruhi manusia untuk berbuat jahat mengikuti bujuk rayu syaitan, kecuali nafsu yang dirahmati Allah Swt., sebagaimana firman-Nya:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesunguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf (12): 53)
Akan tetapi, nafsu memang cenderung diisi dan dipengaruhi ketenagaan syaotaniyah. Sebagaimana firman Allah Swt,:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Agar dia menjadikan apa yang dimasukan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hati. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat.” (QS. Al-Hajj (22): 52-53)
Pengembangan nafsu menurut Alquran akan membawa manusia memiliki nafsu Muthmainnah (nafsu yang tenang), yang oleh Allah Swt akan dipersilahkan untuk masuk surga.
Allah Swt. berfirman:
“Hai jiwa yang tenag. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Hajr (89): 27-30)
Jika potensi tersebut tidak dimanfaatkan dan dikembangkan berlandaskan tuntutan Ilahi, maka akan muncul nafsu-nafsu lain yang hina.
Apabila nafsu yang membawa manusia ke kehinaan tersebut yang mendominasi, maka petunjuk Allah pun tidak akan berpihak pada manusia tersebut. Sehingga pada akhirnya yang rugi adalah dirinya sendiri.
6. Jiwa (ruh)
Berbicara tentang jiwa (ruh) sangatlah rumit, oleh karena ada beberapa istilah yang digunakan, yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan begitu saja. Beberapa istilah itu adalah ruh (itu sendiri), akal, nafsu, dan hati, sebagaimana bahasan di atas. Itulah bahasannya yang hanya menyangkut hal ikhwal atau sifatnya, dan bukan masalah hakikatnya, karenanya Allah berfirman:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, ‘Ruh itu urusan Rabb-ku, dan tidaah kamu diberi ilmu melainkan sedikit.’” (QS. Al-Isra’ (17): 85)
Itulah mengenbai ruh yang terdapt dalam diri manusia yang hanya diberikan pengetahuan sedikit saja kepada manusia dan itu merupakan urusan Allah Swt.
7. Raga (jasmani)
Manusia juga dibekali dengan yang namanya jasad atau raga (jasmani), sehingga dengan raga tersebut setiap orang dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari, dan bisa juga bahwa ragalah sebagai pelaksana dari apa yang di pikirkan oleh akal, apa yang diniatkan dalam hati, dan nafsu yang selalu berusaha menominasi dan mengalahkan akal dan hati.
Selanjutnya sebuah cara untuk menciptakan keyakinan ialah dengan memperoleh suatu pemahaman yang baik tentang kasih sayang Tuhan, tentang hukum energi, dan percaya bahwa prinsip-prinsip pemanfaatan ini benar. Akhirnya akan menerima gagasan bahwa: orang dapat memanfaatkan energi serta mencapai pencerahan. Kendati Anda belum pernah mengalaminya sendiri, tetapi Anda punya kepercayaan tanpa syarat mengenai hal ini.
Keyakinan, seperti prinsip-prinsip lainnya, terkait secara mendalam dengan apa yang saya gambarkan sebagi bergerak maju dari sebuah pengertian diri “kecil” (Mikrokosmos) ke pengertian diri “besar” (Makrokosmos) dan akhirnya ke suatu keadaaan “Tiada diri” (Fana). Keyakinan berawal dengan Keyakinan kepada Tuhan. Bahwa Allah Swt-lah yang menciptakan hidupku, menyempurnakan, dan memenuhi segala hajat hidupku, dengan Keyakinan ini akan meneguhkan Keyakinan pada diri sendiri. Anda memang perlu dan harus meneguhkan rasa diri yang masih sangat sempit tersebut. Bagaimanapun, siapakah yang harus punya keyakinan? Adalah “Aku” yang harus mempunyai Keyakinan. Jadi harus mulai dengan memahami pengertian diri yang sempit tersebut. Anda harus mengenal diri ini secara sangat jernih dan solid, yakin bahwa Anda bisa memanfaatkan, pemanfaatan tentang “diri kecil” (Mikrokosmos) seseorang adalah basis dari kekuatan keyakinan.
Dengan demikan bahwa dalam usaha untuk mencapai kesuksesan, perlu mempunyai keyakinan di dalam diri bahwa cita-cita atau keinginan tersebut akan dicapai! Dengan keyakinan yang tinggi, ia akan menadi penggerak pada diri sendiri untuk tetap menghadap ke depan dan tidak menoleh lagi kebelakang.
No comments:
Post a Comment